Minggu, 12 April 2015

Tobat Seorang Penjahat


Dahulu kala ada seorang penjahat yang memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya yang penuh dengan kejahatan dan kekerasan. Ia bertanya kepada seorang imam yang terkenal untuk meminta nasehat. Ia bercerita kepada sang imam, “Aku sudah membunuh sembilan puluh sembilan orang, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Apakah mungkin Allah memaafkan perbuatanku ?”
“Apa kau membunuh dalam peperangan ?”
“Tidak. Aku seorang penjahat. Aku penjahat yang terkenal, Mustafa si Durjana. Aku yakin kau pernah mendengar tentangku.”
“Bagaimana bisa Allah mengampunimu ? Kau membantai orang yang tak bersalah. Kejahatanmu sungguh tak terampuni. Sudah pasti kau masuk neraka atas perbuatanmu itu.”
Sang imam terus mengoceh tentang kejahatan yang dilakukan Mutafa, penderitaan yang ditimbulkannya pada keluarga korban yang telah dibantainya, dan bagaimana ia mustahil diselamatkan. Mustafa menjawab, “Yah, kalau begitu lebih baik aku menggenapkannya jadi seratus.” Dia langsung menghunus pedangnya dan membunuh imam itu.
Si penjahat tak merasa puas. Jadi, ia menemui seorang mursyid dan berkata, “Aku telah membunuh seratus orang ; yang terakhir adalah seorang imam. Aku sudah membunuh lelaki, perempuan, dan anak-anak. Mungkinkah Allah mengampuni diriku yang hidup bergelimang kejahatan ?”
 Sang mursyid menjawab, “Allah itu Maha Pengasih, Maha Pengampun. Tuhan telah berfirman bahwa Rahman dan Rahim Ilahi itu lebih besar daripada Keadilan dan Murka-Nya. Tapi, kau harus bertobat secara ikhlas dan mengubah hidupmu. Jika kau terus hidup seperti ini, niscaya kau masuk neraka. Namun, jika kau bertobat dan mungubah hidupmu, kau dapat berharap mendapatkan Rahman Tuhan. Selain itu, berdoalah agar Allah mau menerima tobatmu.”
Sang mursyid lalu berkata, “Di mana kau tinggal ?”
“Aku tinggal di perkampungan penjahat di perbukitan yang berjarak beberapa kilometer dari sini. Kami yang tinggal di sana semuanya adalah penjahat.”
“Kau harus tinggalkan tempat itu. Kau harus bersumpah dengan ikhlas untuk mengubah hidup lamamu dan meninggalkan teman-temanmu. Tinggalkan kampung penjahat dan pindahlah ke desa terdekat yang penduduknya jujur dan takut pada Tuhan.”
“Kau pikir itu akan berhasil ?”
“Karena Allah itu Maha Pengasih, mungkin saja tobatmu diterima. Hanya itu nasehat yang bisa kuberikan kepadamu. Ikutilah jika kau mau selamat dari jilatan api neraka.”
Mustafa sepakat. Dia pulang, mengemas barang-barangnya, dan berangkat menuju desa terdekat yang penduduknya takut kepada Allah. Namun, takdir berkata lain. Baru saja kakinya berjalan beberapa langkah meninggalkan perkampungan penjahat, Mustafa mati.
Saat tubuhnya terkulai ke tanah, sepasukan malaikat penjaga neraka muncul untuk membawa ruhnya. Pada saat yang sama, sepasukan malaikat penjaga sorga datang dan bersikukuh, merekalah yang berhak atas ruh Mustafa. Para malaikat penjaga neraka pun bersikeras menyatakan bahwa penjahat itu tidak punya harapan untuk masuk sorga karena dia sangat bengis dan telah membunuh seratus orang—laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang tidak berdosa, bahkan termasuk imam. Para malaikat penjaga sorga berargumen bahwa ia sudah bertaubat. Ia dengan ikhlas memutuskan untuk berubah dan bertindak berdasarkan niatnya. Sejak saat bertemu sang mursyid, ia tidak pernah melakukan kasalahan. Dan dia telah berusaha keras berubah. Jadi, jelaslah bahwa ia telah memulai babak kehidupan yang baru.
Para malaikat neraka berkata, “Beberapa langkah ke arah yang benar tidaklah cukup. Itu tidak bisa dibandingkan dengan hidupnya yang penuh dengan kejahatan dan pembunuhan. Seratus orang telah dibunuhnya. Jiwanya milik kami !”
 Kedua kelompok malaikat terus bertengkar. Mereka akhirnya meminta Malaikat Jibril untuk menjadi penengah. Setelah mendengarkan argumen kedua belah pihak, Jibril mengatakan bahwa dia tidak bisa mengambil keputusan. Dia pergi menemui Tuhan dan bertanya apakah penjahat itu harus masuk sorga atau neraka. Allah berfirman, “Ambillah alat pengukur Ilahiah-Ku. Ia akan mengukur jarak antara jasadnya dengan perkampungan penjahat dan kampung orang beriman. Kampung mana yang lebih dekat akan menentukan nasibnya. Jika ia lebih dekat dengan kota penjahat, ia akan masuk neraka. Kalau dia lebih dekat dengan kota orang beriman, dia akan masuk sorga.”
Jibril membawa alat pengukur itu dan menyampaikan titah Allah kepada para malaikat. Para malaikat penjaga neraka merasa senang. Mereka yakin akan memenangkan perselisihan dan membawa ruh Mustafa ke neraka. Lalu Jibril mengukur jarak antara jasad si penjahat dengan perkampungan penjahat. Alat pengukur itu langsung menjulur sepanjang dua kaki sampai ke tembok desa penjahat. Kemudian dia mengukur jarak antara jasad itu dengan kampung orang beriman. Tatkala alat pengukur itu mulai memanjang, tembok kota orang beriman maju hingga berjarak lebih dekat satu kaki dari jasad sang penjahat.
Kisah ini mengingatkan kita akan kasih sayang dan ampunan Allah. Kisah ini menunjukkan bahwa Tuhan mungkin saja akan mengampuni kita sebesar apapun dosa yang kita lakukan di masa lalu. Dia akan mengampuni dan mengasihi kita jika kita menunjukkan pertobatan yang tulus dan serius. Rahmat dan kasih sayang Allah bekerja secara ajaib setiap hari.




Minggu, 12 April 2015
Ditulis oleh :  Azwan, S.Sos, ME
Robert Frager, Ph.D (Syekh Ragip Frager) dalam buku Obrolan Sufi (untuk transfomasi hati, jiwa dan ruh)

Tidak ada komentar: