Senin, 27 Desember 2010
PERLUKAH PERGURUAN TINGGI PASCA PESANTREN
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa pada akhir-akhir ini mulai dirasakan ada ‘pergeseran’ peran dan fungsi pesantren. Peran dan fungsi pesantren sebagai kawah candradimuka orang yang rasikh fi ad-diin (ahli dalam pengetahuan agama) terutama yang terkait dengan norma-norma praktis (fiqh) semakin memudar. Hal ini disebabkan antara lain desakan gelombang modernisasi, globalisasi dan informasi yang berimplikasi kuat pada pergeseran orientasi hidup masyarakat. Minat masyarakat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama semakin lemah. Kondisi bertambah krusial dengan banyaknya ulama yang menghadap Allah sebelum sempat menyampaikan keilmuan dan kesalehannya secara utuh kepada generasi penggantinya. Faktor inilah yang ditengarai menjadi penyebab pesantren dari waktu ke waktu mengalami degradasi, baik dalam amaliah, ilmiah maupun khuluqiyah.
Penurunan kualitas peran dan fungsi pesantren ini memunculkan kerisauan dikalangan ulama akan punahnya khazanah ilmu-ilmu keislaman. Jika persoalan ini tidak ditangani secara serius tentu sangat membahayakan masa depan umat Islam. Dari sinilah pentingnya segera dibentuk lembaga yang secara khusus intens mempersiapkan kader-kader ulama yang memiliki integritas ilmiah, amaliah dan khuluqiyah yang mumpuni. Proses transformasi zaman yang berbentuk persaingan global telah membawa perubahan-perubahan yang cukup signifikan pada sektor pendidikan, baik pada tingkat institusional formal maupun pada tingkat paradigma pendidikan. Perguruan Tinggi pasca Pondok Pesantren dikenal dengan istilah Ma’had Aly. Selama ini tamatan dari pondok pesantren melanjutkan studi tingkat tinggi pada universitas umum atau institut keislaman, baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Ma’had Aly merupakan salah satu institusi pendidikan tinggi pesantren di Indonesia dalam upaya merespon era globalisasi dengan mengadakan perubahan sistem pendidikan dan paradigma keilmuan.
Ditengah pesatnya persaingan global dewasa ini, Ma’had Aly merupakan salah satu institusi pendidikan pada tingkat perguruan tinggi yang ada di pesantren yang harus mampu merespon dengan langkah yang responsive, sudah tentu adanya sinergitas antara lembaga pemerintahan dan Ma’had Aly. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa untuk mewujudkan perguruan tinggi yang markettable dan mampu ikut dalam persaingan di tingkat global harus terjalin suatu kerjasama dengan seluruh elemen yang ada dalam Ma’had Aly dan pemerintah. Sebagai sebuah lembaga Pendidikan Tinggi, Ma’had Aly ini berorientasi untuk mencetak lulusan yang kompeten dalam menganalisa dan menyelesaikan problem-problem waqi’iyyah dengan mendasarkan pada basis tradisi ulama klasik. Salah satu misi Ma’had Aly ialah menyelenggarakan dan melaksanakan pengkaderan ahli agama dengan membekali dan menanamkan tradisi ilmiyah dan amaliyah al-salaf-al-shalih.
Selama ini, persoalan-persoalan waqi’iyyah kian bertambah seiring perkembangan zaman. Kemajuan peradaban dan teknologi menimbulkan problem-problem waqi’iyyah yang harus segera dituntaskan. Jika tidak diiringi dengan dinamisasi pemikiran-pemikiran keagamaan, niscaya agama dalam hal ini Islam sebagai agama yang universal tidak berdaya dalam menghadapi kasus-kasus kontemporer dan akan ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini tentu menuntut akan sumber daya manusia Indonesia khususnya di Provinsi Jambi yang mempunyai kapasitas dalam menjawab permasalahan waqi’iyyah atau kontemporer. Sebagai upaya konkrit untuk mengatasi persoalan di atas adalah dengan mempersiapkan dan mencetak calon kader-kader ahli agama kontemporer (faqih zamanihi) sebagai pemegang tongkat estafet tradisi ulama al-salaf al-shalihin. Atas dasar pemikiran tersebut maka di Provinsi Jambi sudah saatnya dibangun sebuah Perguruan Tinggi atau disebut dengan Ma’had Aly untuk meningkatkan taraf pendidikan tamatan Pondok Pesantren atau yang setara.
Sebagai lembaga Pendidikan Tinggi, Ma’had Aly bersifat independen, dengan pengertian, Ma’had Aly bebas menentukan arah kebijakan dan kurikulum sendiri. Fungsi Ma’had Aly adalah :
1. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
2. Menjadi agen moderinisasi bangsa dan negara dalam wadah masyarakat madani (civil society).
Ma’had Aly akan mengisi kekurangan UIN, IAIN, STAIN dalam hal penguasaan kitab kuning (al-Turats) buah karya ulama mutaqadimin, maupun kitab kontemporer sebagai buah karya ulama mutaakhirin. Pada saat yang bersamaan, Ma’had Aly juga menguasai metodologi pendidikan modern yang hal ini tidak dikuasai oleh pesantren tradisional. Sehingga nantinya Ma’had Aly bisa mengintegrasikan sebagai cendikiawan yang berakhlakul karimah, tawadlu, sholih sebagaimana khas ulama salaf, juga Ma’had Aly bisa mempromosikan sebagai cendikiawan yang menguasai sains dan metodologi modern khas perguruan tinggi di dunia.
Podok Pesantren As’ad Jambi akan memotori sekaligus menjadi lokomotif untuk membangun Perguruan Tinggi tersebut yang diberi nama Ma’had Aly KH. Ibrahim (Makiyah) Al-Jambi. Semoga Allah SWT berkenan memberikan ridho-Nya. Aamin
Rabu, 13 Januari 2010
MENGAPA PILIH NU ?
Pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya Jawa Timur berdiri organisasi modern Islam pertama di Indonesia yang disebut dengan Nahdatul Ulama (NU). Pendiri NU secara resmi adalah KH. M. Hasyim Asy’ari. Latar belakang berdirinya NU adalah karena dibatalkannya utusan pesantren untuk menghadiri Muktamar Khalifah di Mekah sebab dianggap bukan organisasi resmi. Pada hal utusan pesantren yaitu KH. A. Wahab akan menyampaikan aspirasi kepada dunia Islam agar Kota Mekah di bawah Raja Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi, tidak melarang semua bentuk amaliah keagamaan yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di tanah arab seperti sistem bermazhab, tawasul, ziarah kubur, maulid nabi dan sebagainya.
Kegagalan utusan pesantren dalam menyampaikan aspirasi, menyadarkan para ulama pengasuh pesantren bahwa perlu wadah sebagai sarana perjuangan bagi para ulama dalam menegakkan syariat Islam. Berdirilah organisasi yang dapat mewakili ulama dan komunitasnya yaitu Nahdatul Ulama (NU). Pada awal perjuangannya NU hanya konsisten pada menjaga paham Ahlusunnah Waljamaah yang menganut salah satu dari 4 mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali) terhadap serangan penganut ajaran Wahabi.
Umat Islam di Provinsi Jambi sejak zaman dahulu sudah menerapkan faham Nahdatul Ulama. Artinya walaupun masyarakat Jambi belum mengenal NU akan tetapi ajaran-ajaran Islam dari para Kyai atau Guru sudah menerapkan konsep Ahlussunah Waljamaah. Konsep NU baru dikenal masyarakat Jambi setelah Kemerdekaan RI 1945. Tokoh yang memperkenalkan konsep NU di Jambi adalah KH. MO. Bafadhal. Nahdatul Ulama baru berkembang pesat setelah hasil Muktamar NU ke 19 pada tahun 1952 di Palembang yang menjadikan NU sebagai Partai Politik dan ikut dalam Pemilihan Umum. Sejak itu NU di Provinsi Jambi semakin berkembang pesat. Basis NU kala itu adalah di Pondok Pesantren yang ada di Seberang Kota Jambi seperti Pesantren As’ad di bawah pimpinan KH. Abdul Qodir Ibrahim, Pesantren Nurul Islam di bawah pimpinan KH. Kemas Abd. Somad dan sebagainya. Melalui pesantren inilah NU berkembang sampai ke pelosok-pelosok Provinsi Jambi. Para santri yang berasal dari kampung-kampung terpencil menjadi pioner dan sebagai agen dakwah Islam. Bahkan tidak sedikit yang menjadi pejabat dan pimpinan tertinggi di Provinsi Jambi.
Tujuan didirikan NU dapat dilihat dalam pasal 3 Statuten Perkumpulan NU (1933) yakni : mengadakan perhubungan diantara ulama-ulama yang bermazhab, memeriksa kitab-kitab apakah itu dari Kitab Ahlusunnah Waljamaah atau Kitab-Kitab Ahli Bid’ah, menyiarkan agama Islam dengan cara apa saja yang halal, berikhtiar memperbanyak madrasah, mesjid, surau dan pondok pesantren. Begitu juga dengan hal ihwalnya anak yatim dan orang-orang fakir miskin, serta mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan yang tidak dilarang oleh syarak agama Islam. Dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan zaman, perubahan sudah tidak dapat dielakkan lagi. Islam sendiri sangat mentolerir perubahan. Arah, Visi dan Misi Nahdatul Ulama mengalami perubahan seiring dengan berubahnya pucuk pimpinan. Gerakan NU berkembang tidak saja pada bidang agama dan pendidikan akan tetapi juga bidang sosial, ekonomi, sains dan teknologi serta dunia infomatika.